Friday, November 28, 2008

Punggung Ayam dan Otot Lengan

* *
Semalam, tak sengaja aku menonton sebuah tayangan menarik di sebuah stasiun tv ibukota. Sebuah acara talkshow dengan pengemasan yang apik, santai, namun mampu memberikan pesan-pesan moral lewat obrolan-obrolan ringannya.

D, tokohnya kali itu.
Seorang perempuan cantik dengan penampilan yang anggun dewasa. Dengan gaya bicaranya yang tegas, berwibawa, menyorotkan kepintaran dan kepiawaiannya mengolah kata dan rasa.

Beberapa pokok pembicaraan sebelumnya sepertinya sudah mengelupas dari otakku.
Bercecer di atas bantal yang kemudian terbang tertiup hembusan angin dari AC yang memang berada tepat di atas kepala pembaringanku.


Punggung Ayam.
Ceritanya. Ibu teman D, dengan beberapa orang anak dan kemampuan ekonomi yang sedikit memprihatinkan, berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Salah satunya dengan memberikan punggung ayam sebagai salah satu menu santapan.
Kenapa punggung ayam? Ya karena harganya yang lebih murah dibandingkan bagian paha atau dada. Selaluuuu punggung ayam! Hingga suatu saat, teman D itupun beranjak besar dan mampu membeli any kind of food yang dia mau. Dan dia pun terkejut saat mengetahui, bahwa ada bagian lain dari ayam! Halah!


Otot Lengan.
Apakah untuk memeluk atau untuk menyakiti?

Apa yang terjadi kalau benar-benar punggung yang kita dapati setiap kali kita ingin bicara?
Apa makna dari otot lengan yang besar dan kuat tapi selalu menolak saat sesosok jiwa yang dingin berusaha menyusup di dalamnya?

Apakah akan lebih baik bila kita hanya mengetahui sebelah sisi saja?
Saat segala sesuatu tak berbanding, harusnya tak kan ada ketidakpuasan bukan?

No comments: